

Dulu waktu saya masih esde (dekade 80-an), kawasan ini masih perkebunan tebu. Baru tahun 1985-an are ini dibuka untuk pengembangan infrastruktur publik. Ada SMPN 02 Kedungwuni, ada SDN 08 Kedungwuni, SMAN Kedungwuni, STMN Pekalongan, Masjid Al Amin, dan Kantor Perpusda (kini kantor kelurahan Kdw barat). Area ini, pada jaman saya esempe, masih runggut dengan rerumputan. Masih panas karena pepohonan belum "jadi".
Tahun 1999 ketika saya mulai ngajar di MI 02 Karangdowo (sebgai guru pengabdian di usia 23 tahu), seringkali saya ajak anak-anak kelas enam main kasti di lapangan Nggemex ini. Kiri kanan lapangan masih pa adanya. Foto-foto jaman itu masih ada di lemari. Itu tahun 1999, belum lagi kalau saya memflashback ke tahun 1992-1995 waktu saya mondar mandir dari rumah ke sekolah melewati kawasan itu. Tahun 1992, hampir dari Juli 1992-Juli 1993 tiap pagi saya berjalan kaki menyusuri kawasan yang dinamakan Ngemex-Bebekan. Saya berjalan dari rumah ke Podo sekitar 2 kilo, dari Podo saya menunggu colt angkot yg menghilir ke arah sekolah saya di SMEA Negeri Jalan Perintis Kemerdekaan. Apa kenangan saya waktu itu ? adem, bersih, natural, dan damai.
Pagi jam 06.00 saya melewati kawasan Nggemex pakai seragam abu-abu putih. Tas ransel tersandang di belakang. Sepatu kets warna hitam, rambut rapi, dan jerawat masih mengintip-intip cari tempat mangkal. jalan kaki saya terasa tidak bert meski sendirian sepanjang dua kilo. Di areal Nggemex masih tersisa embun pagi di rerumputan dan sebagian batang-batang tebu yang belum tergusur. Air sungai menghilir jernih, sesekali ketemu rombongan soang (angsa) putih bercengkerama mengajari anak-anaknya menyelam. Kanan kiri sungai penuh tanaman air yang menjuntai. Terbanyak lompong gagang merh dan kangkung rambat. Jernih airnya. Sepanjang jalan Nggemex-Bebekan sampai Podo ada trotoar yang dipagari lekuk-lekuk besi cor dicat warna warni. Tepian jalan banyak pohon flamboyan yang sesekali menggugurkan bunganya yang beruari ke permukaan air sungai. Beberapa gerombol bunga kertas (bougenvile) juga menghiasi tepi jalan. Jalanan belum dipecah dua. Kendaraan masih agak jarang. Anak sekolah belum jamannya naik pit montor ke sekolah.
Aku selalu sampai di pertigaan Podo jam setengah tujuh. Dari sini saya melaju bersama teman-teman lain yang sudah bergerombol menantikan angkutan juga. Di dalam colt kami bercengkerm sekadarnya atau kalau pas ada ulangan hari itu ya buka buku tanpa peduli pada cerita teman sebelah. Tak ada cerita sinetron atau acara entertainment apa-apa. Tahun 1992 siaran TV belum bisa diakses secara massal oleh masyarakat. Konsumsi utama masih TVRI. (bersambung di "Gemex : Mesum yuuuuk...")
Tidak ada komentar:
Posting Komentar