Senin, 21 September 2009

Tempat favorit Ku, Bandar swimmingpool


Kolam renang Bandar adalah tempat favorit saya untuk renang. Biar letaknya jauh dari rumah (hampir 35 km) namun saya paling suka ke sini. Sejak jaman saya jadi guru pengabdian di desa saya, kolam renang ini jadi tujuan jalan-jalan anak murid saya. Biasanya berombongan dua sampai tiga mobil. Biasanya pula menjadi tempat persinggahan mereka setelah saya ajak mereka menziarahi makam para wali (auliya’) di Wonobodro yang memang tak jauh dari Bandar (sekitar 8 km).
Kolam renang Bandar memiliki air yang segar karena berasal dari mata air yang dinaungi pepohonan besar yang usianya lebih dari satu abadan. Mata air yang jernih itu konon dulunya sudah dipakai oleh orang-orang Belanda. Orang-orang tersebut biasanya dari kalangan pengelola perkebunan teh di Pagilaran dan penguasa perkebunan cengkeh di sekitar Batang selatan. Air kolam yang tidak ekstrim ini memang cocok untuk saya dibanding air kolam Linggoasri di Kajen yang menurut ukuran saya agak ekstrim karena bercampur dengan hawa lereng gunung yg menggigil.
Kolam renang Bandar berada di lintasan Bandar-Blado, mudah dijangkau dengan segala angkutan (asal bukan plane atau train saja), dan HTM-nya suangat murah. Ramai sekali pada hari minggu dan jum’at. Air kolamnya biasa dikuras pada hari rabu. Areanya sangat asri penuh pepohonan yang menjulang tingi besar dan tanaman hiasnya pun banyak. Di sisi utara dari kolam, kita bisa melihat hamparan (bukan hamparan tapi undakan) sawah penduduk. Sawah itu sedikit banyak menerima air buangan kolam yang dimanfaatkan untuk pengairanya.
Masalah jajan atau pasugatan tidak perlu khawatir. Di dalam area ini banyak penjual makanan. Sayangnya, justru kehadiran mereka ini cenderung merusak keindahan area. Pernah mereka ini ditampung di atas (dekat parkiran) dan sudah dibuatkan kios-kios permanen tapi mereka justru mendekat ke arah kolam, turun ke bagian bawah, dan mendirikan tenda-tenda darurat untuk menaungi para penjajan. Ini yang saya katakan merusak pemandangan. Sampah berserakan di sekitar pusat rekreasi dan warna-warna penutup kedai yang aneka macam plus lusuh menghias di depan mata. Mestinya pengelolanya bisa tegas agar ‘tumor’ ini tidak mengakar dan menjadi ‘ganas’ di masa nanti.
Oh ya, biasanya kalau saya jalan-jalan sama teman atau sedang pingin sendirian ke daerah Bandar, saya selalu mampir makan di warung makan Binyo. Ini warkan milik orang Tionghoa. Mungkin tulisan aslinya Bi Nio lantas diselip pakai lidah jawa jadi Binyo. Masakannya komplit, harganya pun murah. Baru setahunan ini pindah tempat di sekitar Mapolsek Bandar. Dulunya mangkal di pertigaan depan Telkom. Pada waktu di sini, ramainya bukan main. Banyak orang-orang Tionghoa yang kebetulan naar boven selalu menghampiri Binyo. Juga pejabat-pejabat dengan mobil plat merahnya, kalau kebetulan jalan-jalan ke Bandar atau agrowisata Pagilaran, pasti mampir ke sini. Anak-anak abg yang habis kugeruuuuuk….huurketekuk di lereng perkebunan teh juga sering mampir ke sini. Jadi, ini warung tempat aneka macam corak manusia untuk berkumpul termasuk saya. Pelayanannya ramah dan cekatan sehingga ndak perlu menunggu berlama-lama untuk menikmati sajian.
Entah sudah berapa kali saya menyambangi kolam renang ini. Sejak tahun 1999 (saya masuk pertama jadi guru pengabdian pertama) saya sudah ‘mewajibkan’ tempat ini jadi tujuan jalan-jalan anak murid saya. Kalau ke sini biasanya dirangkai ke Wonobodro. Setahun bisa dua kalinan ke sini bareng anak-anak itu. Belum lagi yang sendirian sama teman atau sama bekas-bekas murid yang sudah besar, pokoknya sering. Pernah juga dengan rombongan ALITAN (teman-teman guru di Batang yang kuliah di UNNES pokjar SMP 1 Batang) dan masih banyak lagi. Saya jadi hafal perubahan yang terjadi di kota kecil Bandar, dari yang tradisionil (sampai tahun 2002-nan masih merupakan kota ndeso) hingga jadi setengah modern (mulai 2003-nan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar